Jalur Kereta Api NIS/PJKA Yogyakarta - Secang (1898 - 1975)
Jalur kereta api Yogyakarta Secang adalah jalur kereta api yang dibangun oleh Nederlands indische Spoorweg Maatschappij pada tahun 1898 menghubungkan Stasiun Yogyakarta dan Stasiun Secang. Lintas ini dibangun sebagai penghubung Ambarawa ke Yogyakarta, mengingat sebelumnya NIS sudah membangun jalur cabang dari Kedungjati menuju Ambarawa. Pembangunannya diselesaikan tahun 1903, yang terbagi menjadi dua segmen, yaitu Yogyakarta - Magelang sepanjang 47 Km dan segmen Magelang - Secang sepanjang 10 Km. Segmen dari Yogyakarta ke Magelang diresmikan pengoperasiannya pada tanggal 1 Juli 1898, dan segmen Magelang - Secang pada tanggal 15 Mei 1903. Pada masa kejayaannya di periode Hindia Belanda, jalur ini banyak dimanfaatkan untuk angkutan penumpang dan barang, misalnya produk industri gula yang menjamur di awal abad ke 20. Pabrik Gula yang terhubung secara langsung dengan jalur ini antara lain Pabrik Gula Medari dan Pabrik Gula Beran. Selain Pabrik Gula Medari dan Pabrik Gula Beran, kemungkinan jalur ini juga melayani angkutan produk gula dari Pabrik Gula Cebongan.
Jalur ini ditutup oleh PJKA secara bertahap, dimulai pada tahun 1973 untuk segmen Magelang - Secang, dan tahun 1975 untuk segmen Yogyakarta - Magelang. akibat okupansi yang menurun dan bencana alam (banjir lahar) yang memutus sebagian jembatan kereta yang melintasi beberapa sungai besar yang berhulu di Gunung Merapi dan Merbabu. Jalur ini melewati beberapa Kota seperti Yogyakarta, Sleman, Muntilan dan Magelang sebelum akhirnya berakhir di Secang (kemudian bercabang menjadi dua jalur, ke arah Parakan dan ke arah Kedungjati).
Sarana perkeretaapian yang tersisa dan dapat dilihat di lapangan masih banyak. Jalan rel-nya sendiri konon masih utuh dan terpendam di bawah aspal Jalan raya dari sejak Stasiun Tugu sampai ke Secang. Sebagian rel bahkan masih dapat dijumpai di permukaan jalan antara lain di sekitar Samsat Yogyakarta (setelah stasiun Tugu), disekitar Jembatan pangukan sampai sebelum Sungai krasak, dan beberapa tempat lagi di sekitar Kabupaten Magelang. Tiang telegraf juga masih ada yang tersisa dan dapat dijumpai di sekitar Jalan raya Magelang - Yogyakarta. Tiang sinyal yang masih utuh dapat ditemui antara lain di Jalan PJKA sebelum Stasiun Beran. Jembatan rel juga masih banyak yang utuh walaupun sebagian besar kondisinya sudah sangat menyedihkan, antara lain Jembatan Pangukan, Jembatan Krasak dan Jembatan Blongkeng. Stasiun yang masih utuh dan dapat dilihat di lapangan antara lain Halte Kricak, Halte Kutu, Stasiun Mlati, Stasiun Medari, Stasiun Tempel, Stasiun Mertoyudan, Tegalsari, Payaman dan Secang.
Dilihat dari sejarah pembangunan stasiun, hampir semua stasiun yang tersisa di lintas ini merupakan bangunan yang dibangun ulang oleh DKA di Tahun 1950-an, yang dicirikan dari arsitekturnya yang kurang lebih mirip dengan stasiun DKA di wilayah DAOP 6 dan Wilayah Inspeksi 6. Stasiun yang termasuk dalam kategori ini (yang masih tersisa sekarang, atau ditemukan dokumentasi fotonya sebelum bangunannya hilang) antara lain Stasiun Tempel, Payaman, Tegalsari, Blabak, Mertoyudan, Medari, Kricak, Mlati, Beran, Sleman, dan Kutu. Beberapa dokumentasi foto stasiun pada masa Hindia Belanda menunjukkan pada jaman NIS, stasiun - stasiun tersebut di atas rata-rata bangunan aslinya adalah bangunan kayu standar stoopplaats (pemberhentian). Belum diketahui apakah stasiun - stasiun kecil di lintas ini sempat direnovasi oleh NIS menjadi bangunan permanen sebelum direnovasi ulang oleh DKA. Adapun Stasiun yang bangunannya masih asli dari jaman NIS dan SS adalah Stasiun Secang, Stasiun Yogyakarta, Stasiun Magelang Kota (kemungkinan) dan Stasiun Muntilan (kemungkinan), walaupun dua stasiun terakhir ini kini bangunannya sudah tidak ada. Stasiun terakhir yang dibangun di lintas ini pada masa PJKA sebelum akhirnya ditutup adalah Stasiun Lembah Tidar. Stasiun ini merupakan stasiun khusus yang digunakan oleh para Taruna AKABRI/AKMIL Magelang untuk bepergian ke Yogyakarta pada Tahun 1970-an.
Stasiun Secang, Bangunan Stasiun Masih Asli Peninggalan NIS |
Sarana perkeretaapian yang tersisa dan dapat dilihat di lapangan masih banyak. Jalan rel-nya sendiri konon masih utuh dan terpendam di bawah aspal Jalan raya dari sejak Stasiun Tugu sampai ke Secang. Sebagian rel bahkan masih dapat dijumpai di permukaan jalan antara lain di sekitar Samsat Yogyakarta (setelah stasiun Tugu), disekitar Jembatan pangukan sampai sebelum Sungai krasak, dan beberapa tempat lagi di sekitar Kabupaten Magelang. Tiang telegraf juga masih ada yang tersisa dan dapat dijumpai di sekitar Jalan raya Magelang - Yogyakarta. Tiang sinyal yang masih utuh dapat ditemui antara lain di Jalan PJKA sebelum Stasiun Beran. Jembatan rel juga masih banyak yang utuh walaupun sebagian besar kondisinya sudah sangat menyedihkan, antara lain Jembatan Pangukan, Jembatan Krasak dan Jembatan Blongkeng. Stasiun yang masih utuh dan dapat dilihat di lapangan antara lain Halte Kricak, Halte Kutu, Stasiun Mlati, Stasiun Medari, Stasiun Tempel, Stasiun Mertoyudan, Tegalsari, Payaman dan Secang.
Dilihat dari sejarah pembangunan stasiun, hampir semua stasiun yang tersisa di lintas ini merupakan bangunan yang dibangun ulang oleh DKA di Tahun 1950-an, yang dicirikan dari arsitekturnya yang kurang lebih mirip dengan stasiun DKA di wilayah DAOP 6 dan Wilayah Inspeksi 6. Stasiun yang termasuk dalam kategori ini (yang masih tersisa sekarang, atau ditemukan dokumentasi fotonya sebelum bangunannya hilang) antara lain Stasiun Tempel, Payaman, Tegalsari, Blabak, Mertoyudan, Medari, Kricak, Mlati, Beran, Sleman, dan Kutu. Beberapa dokumentasi foto stasiun pada masa Hindia Belanda menunjukkan pada jaman NIS, stasiun - stasiun tersebut di atas rata-rata bangunan aslinya adalah bangunan kayu standar stoopplaats (pemberhentian). Belum diketahui apakah stasiun - stasiun kecil di lintas ini sempat direnovasi oleh NIS menjadi bangunan permanen sebelum direnovasi ulang oleh DKA. Adapun Stasiun yang bangunannya masih asli dari jaman NIS dan SS adalah Stasiun Secang, Stasiun Yogyakarta, Stasiun Magelang Kota (kemungkinan) dan Stasiun Muntilan (kemungkinan), walaupun dua stasiun terakhir ini kini bangunannya sudah tidak ada. Stasiun terakhir yang dibangun di lintas ini pada masa PJKA sebelum akhirnya ditutup adalah Stasiun Lembah Tidar. Stasiun ini merupakan stasiun khusus yang digunakan oleh para Taruna AKABRI/AKMIL Magelang untuk bepergian ke Yogyakarta pada Tahun 1970-an.
Terima kasih banyak karena sudah membuat situs ini. Saya sedari kecil sering pp Semarang-Jogja. Selalu heran dengan keberadaan rel kereta api yang sejajar di sekitar Secang. Hingga kini saya selalu penasaran bagaimana bentuk jalur KA Kedungjati-Secang-Magelang-Jogja. Rasa penasaran selama puluhan tahun kini terjawab sudah. Terima kasih banyak. Terus berkarya dan mengedukasi masyarakat tentang sejarah KA di Indonesia yang (pernah) jaya.
BalasHapussama mas, saya sedari kecil jg sering pp semarang jogja, plus semenjak 10 tahun terakhir rutin naik kereta api, kebetulan background ilmu mendukung untuk melakukan ini, tengkyu
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus